Cinta dalam Ikatan Suci

Bagaimana jadinya jika ada sepasang muda-mudi saling jatuh cinta? Sudah dipastikan bayangan pertama yang terlintas di benak kita, mereka akan sering bermesraan dan menjalin cinta.
Namun tidak dengan kisah cinta dua lawan jenis dalam novel Penjaga Hati ini. Novel ini berkisah akan perjuangan seorang wanita, untuk tetap menjaga kebersihan hatinya, dengan selalu berhati-hati dalam bergaul antar lawan jenis.

Wanita itu adalah Yumna. Ia merupakan gadis remaja berdarah Lampung yang ceria, friendly, dan mudah bergaul. Selain itu ia sangat teguh pendirian dan kuat akan ilmu keagamaannya. Karenanya ia tidak mudah tergoda oleh lawan jenis, meski akhirnya ia jatuh hati pada seorang cowok yang bernama Hasbi.

Dari sinilah kisah itu dimulai. Meski Yumna dan Hasbi saling cinta, tapi mereka tidak saling ungkap. Keduanya sadar akan bahaya bermain api cinta, tanpa restu agama. Oleh karena itu, keduanya—terlebih Yumna—, benar-benar menjaga hati dan hasrat ingin bercintanya.

Mungkin ada sebagian pembaca yang menganggap biasa kisah seperti di atas, tapi jika membaca langsung novel ini pembaca akan menemukan hal beda dari kisah biasanya. Penulis novel ini sangat lihai dalam mengatur alur cerita di dalamnya. Tidak cuma itu, penggambaran masing-masing tokoh, ia gambarkan dengan detail.

Begitu detailnya ia menggambarkan apa yang terjadi dalam sebuah cerita. Bahkan pada hal terkecil sekalipun, yang terkadang kita tidak sadar akan pentingnya penggambaran hal tersebut.
Tidak hanya tentang cinta yang dapat kita rasakan saat membaca novel ini. Secara keseluruhan, novel ini juga menyadarkan kita akan beban dan tanggung jawab dengan adanya “kehidupan baru”. Kehidupan setelah menjadi sarjana.

Lagi-lagi, di sinilah ditemukan kehebatan penulis, di mana secara implisit namun jelas, penulis menyadarkan kita akan tanggung jawab setelah kita menyandang gelar sarjana.

Tergambar jelas bagaimana seorang Hasbi benar-benar bertanggung jawab atas gelar yang ia emban. Semenjak menyandang gelar tersebut, ia mulai berusaha untuk mencari penghasilan sendiri. Ia tak mau hidupnya terus tergantung pada keluarganya.

Termasuk yang menjadi point plus dalam novel ini, kita dapat menyerap banyak hikmah tanpa ada kesan menggurui dari sang penulis. Dengan menggunakan bahasa yang luwes, santai, dan tidak membosankan, Afrika Noer, penulis novel ini, dapat menyadarkan kita akan sebuah hikmah. Biasanya ia menyadarkan kita melalui percakapan antar tokoh dan melalui renungan yang diungkapkan tokoh di dalam hatinya.

Seperti potongan cerita tentang keputusan Ustadz Ferhat untuk memberangkatkan Hasbi ke sebuah pondok pesantren di Daerah Istimewa Yogyakarta. Keputusan yang amat memberatkannya, namun tak kuasa ia menolaknya. Dalam penggal kisah tersebut, Hasbi bergumam dalam hatinya, “Tak sadarkah ustadz, bahwa ia punya andil besar dalam membentuk karakter itu?!”.

Hemat saya, dalam sepenggal percakapan batin di atas terdapat pelajaran yang sangat berharga. Tersirat dalam kalimat tersebut akan dampak negatif yang akan dirasakan anak didik, jika pendidik selalu mendikte terhadap apa yang akan dilakukan oleh anak didiknya. Dalam cerita tersebut jelas, akibat dikte yang selalu diberikan oleh Ustadz Ferhat kepada Hasbi, santri kesayangannya, Hasbi selalu bingung, plin-plan, dan sulit untuk membuat sebuah keputusan.
Selain itu, cerita dalam buku ini cukup unik. Kebanyakan karya novel romantis saat ini mengkisahkan tentang hubungan antar dua pasangan. Bagaimana ia menjalani semuanya dengan berbagai macam perjuangan dalam mempertahankan cintanya.

Tapi tidak dengan novel ini. Novel ini justru mengisahkan bagaimana dua orang yang saling menaruh hati, namun mereka simpan, tak mereka ungkapkan, hanya demi menjaga kesucian hati. Rasa cinta pastilah dirasa, namun mereka nikmati dalam indahnya berdiam dalam cinta. Mereka ingin, cinta mereka tersimpan indah dalam ikatan suci, yakni ikatan pernikahan. Satu model bercinta, yang jarang kita temui di zaman saat ini.

Layaknya karya lain yang terdapat kekurangan dan kelebihan di dalamnya, demikian pula novel ini. Kelemahan dalam novel ini di antaranya kurangnya nuansa romantik yang disajikan. Bukan karena cerita yang terkesan kurang romantis, tapi karena kurangnya bubuhan model karya satra di dalamnya.

Sangat sedikit saya temukan puisi atau kata-kata indah yang mengiringi perjalanan cinta mereka. Kuatnya cinta mereka hanya terungkapkan dengan percakapan yang terjadi dan kalimat yang menggambarkan keadaan hati mereka. Padahal seperti yang saya ketahui, kisah cinta keduanya merupakan kisah cinta yang sunyi.

Akhir kata, kesan terakhir adalah bawa bercinta dalam diam itu ternyata lebih indah terasa. Ini menjadi inspirasi bagi kita untuk selalu menjaga hati dan menjaga kesucian cinta kita, hingga “mitsaqan ghalidla” bergema.

Telah dimuat di majalah dwimingguan, El-Ka Sabili
edisi 14 TH. XIX 12 April 2012

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Made with by Odd Themes

© 2013 Odd Themes, Inc. All rights reserved.